BANJIR JALAN TOL BANDARA
gambar foto satelit kawasan Kapuk - Angke, pantai utara Jakarta.
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)
Banjir di Jalan Tol Bandara (Jalan Tol Sedyatmo)
Sonny Keraf : Ciputra lupa kalau curah hujan di Jakarta sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari Belanda.
Joko Kirmanto : ada ketidakberesan penggunaan ruang
Rahmat Witoelar : dilakukan analisis AMDAL yang lebih komprehensif, karena hasil kajian sebelumnya sangat meragukan.
Kawasan Kapuk memang sebelumnya adalah kawasan rawa dan hutan bakau yang menjadi tempat parkir air dari limpahan beberapa sungai di kawasan tersebut, seperti Kali Tanjungan, Angke, dan Pesanggrahan.
Ketika jalan tol Sedyatmo yang menghubungkan kota Jakarta menuju bandara selesai dibuat pada akhir 1980-an, tidak terjadi banjir. Namun ketika Perumahan Pantai Indah Kapuk dibangun beserta segala fasilitasnya pada awal 1990-an, dengan cara menguruk serta mereklamasi rawa dan hutan bakau di situ, maka mulailah malapetaka banjir itu terjadi setiap tahun sampai hari ini. Terusirnya berbagai binatang serta hancurnya ekosistem hutan bakau di Kapuk, hanyalah babak awal dari proses chaosnya Jakarta secara keseluruhan. Ada indikasi kuat proyek PIK penuh dengan rekayasa manipulasi KKN dengan pemerintahan Orde Barunya Suharto. Ini juga seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di kawasan di sebelah selatan Kapuk-Angke, yaitu di wilayah Kalideres Jakarta Barat. Maka tak heran, emakin lama intensitas banjir semakin meningkat.
Sebenarnya daerah pantai Jakarta adalah daerah endapan yang berasal dari lumpur yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di situ. Oelh karena itu daerah ini sangat labil. Labil jika dibuat bangunan, maupun labil dalam hal tata airnya. Karena dekat dengan laut, serta menjadi muara sungai-sungai besar, ditambah curah hujan yang tinggi mulai dari wilayah hulu sungai sampai hilirnya, maka daerah itu menjadi tempat parkir air berupa rawa beserta segenap ekosistemnya yang khas. Rawa ini juga berfungsi sebagai daerah penyangga dan pelindung dari gelombang dan abrasi laut. Mengapa menjadi tempat parkir air? Di rawa inilah, fluktuasi gelombang air laut, pasang – surut, serta fluktuasi air hujan yang dibawa sungai-sungai yang berlebih mendapatkan tempat untuk menyurutkan diri sebelum akhirnya mencapai level ang sama dengan tinggi permukaan air. Pantai Jakarta dengan demikian sebenarnya sangat tidak layak jika menjadi pusat konsentrasi pemukiman, fasilitas komersial serta industri, walaupun dengan reklamasi secanggih apapun.
Karakteristik Jakarta berbeda dengan Belanda yang jago reklamasi dan menanggul, maupun dengan Singapura yang sekarang juga sedang bersemangat mereklamasi pantainya. Belanda yang menjadi muara Sungai Rhine (Rijn) tidak mempunyai curah hujan tinggi. Pasokan airnya mayoritas bersumber dari sungai Rhine yang berhulu di pegunungan Alpen Swiss dan Jerman yang terjaga kebersihannya. Air sungai Rhine stabil sepanjang tahun, karena di musim dingin, akumulasi air tersimpan dalam bentuk salju dan gletser di pegunungan Swiss dan Jerman tadi. Sedangkan Singapura adalah negara pulau yang sungai-sungainya tidak besar, mungkin lebih layak disamakan dengan selokan irigasi di negeri kita. Dengan lebar pulau sekitar 30 km, menjamin air hujannya bisa tersalur baik langsung ke laut.
Yang lebih parah lagi, kawasan utara Jakarta yang akan direklamasi pada hampir sepanjang garis pantainya yang panjangnya sekitar 30 km. Maka sungai-sungainya akan semakin jauh jalannya menuju laut, dan semakin besar dampak banjirnya di sepanjang bantaran dan daerah sekitarnya, terutama daerah yang landai dan dekat pantai. Hal ini dikarenakan air yang dibawanya membutuhkan tempat untuk ”menata barisan” sebelum masuk ke laut, seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Kembali ke kasus banjir di tol Sedyatmo tadi. PIK aman-aman saja dari banjir karena mengadopsi (atau memfotokopi mentah-mentah?) tanggul yang katanya dari Belanda. Namun wilayah-wilayah tetangganya dikorbankannya demi kenyamanannya sendiri. Inikah moral dari orang-orang berduit yang katanya berpendidikan tinggi yang sanggup membeli properti seharga milyaran rupiah di kawasan itu? Tapi sebaiknya jangan bicara moral di sini, karena baik moral maupun pola pikir sehat yang dipelajari di sekolah dulu telah dijadikan kenangan manis, tertutup oleh nafsu kenyamanan individual-semu-sesaat yang akut.
Kekayaan boleh mengaburkan jalan yang jujur
Komentar
Posting Komentar