Relaunching Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan Berdasar Pancasila: Suatu Harapan

Halo Saudara! Selamat datang di blog Mannusantara!



Pola pikir yang melatarbelakangi strategi pembangunan Indonesia ternyata didasarkan dan disandarkan pada pola pikir luar Indonesia. Seperti halnya sistem ekonomi liberal yang secara de facto kita anut, secara sengaja atau tidak sengaja, karena ada tekanan dari luar ataupun tidak. Pola pikir luar ini tentu saja tidak berpijak dan tidak berpihak pada kondisi nyata di Indonesia. Tidak berpijak pada kebudayaannya dan tidak berpihak pada rakyat keseluruhan tertama yang lemah, miskin dan tersingkir.

Rakyat tidak peduli kalau ada permainan kubu-kubuan ataupun gap-gapan di pemerintahan. Yang dipikirkannya adalah bagaimana makanan dan bahan pokok mudah didapat dan terjangkau, akses pekerjaan lancar, sistem kesejahteraan kerja yang adil, pendidikan yang murah dan berkualitas, layanan kesehatan yang terjangkau dan cepat tanggap.

Kembali ke sistem ekonomi Pancasila adalah suatu keharusan. Tidak usah pakai alergi, jijik atau emosi perasaan yang dangkal, tak berdasar dan tidak perlu, atau dianggap kuno. Pelajari dulu. Toh ekonomi Pancasila tidak melarang investasi luar.

Sistem ekonomi yang lahir dari diri sendiri akan memperkuat, memperadil dan memperata pembangunan dan hasil-hasilnya. Sistem ekonomi Pancasila telah dibengkokkan oleh Orde Baru, dan rejim ini telah berselingkuh ndengan sistem dan kekuatan luar, kemudian meninggalkan keluarga besarnya, apalagi kalau bukan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya dengan mengeruk kekayaan alam atas nama pembangunan.

Kita sangat mengasihani rakyat kecil yang berusaha bekerja hanya untuk bertahan hidup. Namun rasa kasihan itu tinggallah sebatas rasa dan kata-kata, tidak ditindaklanjuti. Kita harus memfasilitasi supaya mereka makin banyak pilihan dalam pekerjaan, yaitu melalui pendidikan, kemampuan dan keterampilan. Mereka serba terbatas, sehingga kurang mampu merencanakan cara pemenuhan kebutuhan, cara dan atau bentuk kehidupannya. Adalah sebuah dosa besar jika golongan rakyat yang lebih mampu, lebih pintar dan punya wewenang mengatur membiarkan warga sebangsa-setanahairnya hidup dalam kungkungan keterbatasan, ketidakterjangkauan dan kemiskinan abadi. Inilah harus diusahakan dari, oleh dan untuk skala mikro.

Kebodohan bangsa kita terbesar adalah : telah menjadi bangsa merdeka, namun merasa diri seperti belum merdeka, mentalnya masih belum merdeka. Dan ini menjadi penyakit yang menular dalam satu generasi dan menular ke hgenerasi di bawahnya. Terlihat dari sifat dan sikapnya untuk membiarkan diri (?atau secara sadar memilih?) untuk menjadi pembebek / pengekor. Misalnya menjadi pengekor sistem kapitalisme bebas secara liar dan membuta. Padahal yang namanya pengekor, tidak akan bisa mencapai lebih dari pada si pelopor. Karena cuma memakai fotokopian, maka kita tidak tahu cara membuatnya, tidak tahu filosofi dan dasar / alasan yang melandasi suatu sistem diciptakan dan diterapkan.

Tahunya, di negara lain yang pakai sistem itu hidupnya enak. Ya karena mereka sangat tahu dan sadar seluk beluk dan aturan mainnya. Pola pikir dan tindakan manusia-manusianya juga dibentuk untuk menyesuaikan diri dengan sistem itu. Sedangkan kita? hanya jadi bulan-bulanan mereka. Kalau negara pelopor sistem itu menyadari ada kekeliruan dalam sistem itu, segera mereka menggantinya dan mengubah menjadi sistem lain yang lebih baik, hasil cipataanya sendiri, hasil belajar dari pengalamannya di masa lalu. Kita ? Akan tergagap-gagap, karena ketinggalan kereta. Bahkan bukan keretanya yang sudah ganti lebih canggih, tapi jalan relnya pun juga sudah diganti oleh negeri pencipta itu. Kita masih berasyik masyuk menerapkan sistem yang nyata-nyata terbukti salah, bahkan diakui oleh si negara pembuatnya. Tanpa pijakan yang kuat, maka jalan kita akan mudah ambrol !! Terjebak oleh landasan pikir kita yang kacau di awal.

Maka kita belajar repotnya dan sengsaranya jadi tukang pengekor dan tukang fotokopi. Kita seharusnya belajar jadi tukang pembuat, pencipta, pelopor!!

Namun anehnya ketika para cendikiawan luar negeri, khususnya barat, menjelaskan tentang keburukan sistem kapitalis global - seperti de Soto atau Muhamad Yunus, kita semua berbondong-bondong datang – termasuk para menteri dan Presiden sekali pun - dan memperhatikan, dan mayoritas mendukung pernyataannya. Padahal pernyataannya itu senada dengan apa yang diungkapkan para cendikiawan ekonomi kita tentang ekonomi kerakyatan dan koperasi, yang bahkan kita tepis dan kita remehkan. Memang bangsa kita mengalami inferioritas akut, harus didatangkan para dewa cendikiawan asing untuk mengajari apa yang sebenarnya sudah kita pikirkan, kita pelajari, kita teliti, bahkan yang telah kita terapkan dan kuasai dengan usaha kita sendiri selama berthaun-tahun!!

Itulah pelajaran pentingnya percaya akan kemampuan diri sendiri. Kita membuat sistem sendiri yang memang beda dari orang lain. Namun kita mantap dan dengan yakin menjalani. Membangun pondasi yang kuat yang melandasi jalan sistem menuju cita-cita. Karena sistem adalah sarana menuju tujuan, namun setiap tujuan tiap negara beda-beda, maka sistemnya pun beda, dong. Memang yang namanya buat sendiri itu paling sulit dari pada sekedar bisa beli atau fotokopi alias menjiplak. Penuh pengorbanan, kesalahan, tanggung jawab, jatuh bangun, belajar, pengalaman pahit. Tapi jika kita berhasil dengan penuh keyakinan dan ksatria, maka kita akan dijadikan contoh dan menjadi berpengaruh atas bangsa lain di dunia.

Dengan memiliki pondasi, kekuatan, skema dan perencanaan perekonomian yang kuat dan mantap, dilandasi mental dan nurani manusia Indonesia yang penuh kasih sayang, niscaya, tak ada lagi berita busung lapar, anak putus sekolah, wabah penyakit, sekolah ambruk, pasien miskin ditelantarkan di rumah sakit, gaji guru dan tentara yang tak cukup untuk makan sehari-hari, dan berbagai bentuk pelecehan terhadap kemanusiaan di negara tercinta ini.





Kurang semangat mengakibatkan lebih banyak kegagalan berbanding kurangnya kebijaksanaan atau kemahiran.
~ Flower A. Newhouse


Terima kasih sudah mengunjungi halaman ini. Silakan membuka posting artikel lain di blog ini (silakan klik posting lama, halaman muka atau posting baru di bawah tulisan ini) untuk menjelajahi wilayah lain Nusantara, menyelami pemikiran dan mengenali permasalahan, supaya kita menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.

Kontes Blogging HUT RI ke-63 by Rystiono

Komentar

contact us on whatsapp

contact us on whatsapp

follow our social media

Postingan Populer