Kemerdekaan Insani Pemuda
Kemerdekaan bangsa kita belum mencapai kemerdekaan individu. Kemiskinan dan kebodohan adalah ciri ketidakmerdekaan yang kasat mata. Sedangkan yang tidak kasat mata adalah kecerobohan yang mengakibatkan kekacauan dalam pengelolaan hal yang menyangkut kepentingan umum. Termasuk rasa minder jika berhadapan dengan bangsa lain.
Pandangan negatif bangsa secara kolektif sampai pula ke individu pemuda. Dampaknya menjadi berlipat-lipat negatifnya, berupa kelumpuhan vitalitas yang melesukan produktivitas. Ketidakpercayaan diri menggunakan teknik penyelesaian masalah dan pemikiran ala kita yang sesuai dan kontekstual dengan lokalitas kita. Merosotnya kesetiaan pada produk kita sendiri, sehingga mematikan usaha-usaha berbasis, berbahan, bercita rasa dan bermanajemen ala kita sendiri.
Kekayaan alam negeri tidak dinikmati secara merata, akibat kurangnya solidaritas terhadap saudara sebangsanya yang sengsara. Sengsara sebagai keterpaksaan yang terekayasa secara terstruktur. Sedangkan kalangan yang tidak berempati, serta merta menjadi orang asing di negerinya sendiri. Mulai fasilitas yang dipakainya, pola pikir, sampai gaya manajemennya. Semua yang serba asing itu dikonotasikan dengan modern, stylish-seksi, mentereng, high-tech, dan ekslusif.
Untuk menciptakan dan menyebarkan sistem yang mereka bikin, tentu diperlukan lokalisasi tempat yang terkondisikan. Supaya gaya hidup itu dapat terekspresikan dengan baik dan tanpa hambatan. Seketika itu juga muncul enclave baru, berupa mall, perumahan mewah, lapangan golf, sampai ke tempat mandi sauna. Lengkap dengan pagar tertutup untuk menegaskan keunggulan semunya. Berada di tengah kemiskinan serta keterbatasan akses masyarakat pada ruang pendidikan, sosial, budaya, dan ekonomi.
Maka kemerdekaan kita telah terbukti sukses menghasilkan diskriminasi model baru. Mengesahkan pembedaan tajam antara aku-kamu, kami-mereka, kaya-miskin, berpendidikan-bodoh, perumahan mewah-kampung, mall-pasar tradisional, mobil mewah-angkutan umum, dan lain-lain. Suatu bentuk pembedaan yang tak lain membuktikan kegagalan negara.
Kegagalan untuk memakmurkan rakyat secara adil dan merata, memerdekakan rakyat menjadi merdeka sampai ke tingkat kemanusiaannya. Kegagalan mengentaskan manusia menjadi bermartabat, yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan bagi semua. Ini berdampak langsung pada kemampuan berkarya. Dalam arti rakyat siap berkarya melalui lapangan kerja yang cukup disediakan oleh negara dan swasta, yang proporsional dengan kemampuannya menciptakan pekerjaan sendiri.
Kita mengekangkan diri pada dasar dan pola pikir lama. Cara pandang dan penanganan lama. Serta semua perilaku usang yang sudah tidak sesuai lagi di jaman ini. Namun anehnya kita masih mengusungnya sebagai pusaka yang bisa menyelesaikan segala masalah. Sehingga terus terjebak dan berputar-putar dalam stigma “negara berkembang”.
Rakyat, khususnya pemuda, sebenarnya sangat siap dan terbuka dengan perubahan menuju kebaikan. Namun selalu diabaikan. Sangat merindukan sinergi yang membebaskan, memerdekakan dan menyejahterakan. Namun rakyat selalu dikondisikan sebagai obyek bodoh dan dikasihani, sehingga dikondisikan untuk selalu disuapi terus tanpa bisa mandiri. Sedangkan kepemimpinan nasional telah dipatok dalam sebuah sistem tertutup, hanya merekrut dari segelintir organisasi tertentu saja. Dengan demikian sistem yang membelenggu, telah terterapkan selama ini. Maka sebagian rakyat bersinergi dengan kekuatan lain, yang membawa dampak yang tak dapat dipertanggungjawabkan terhadap cita-cita kolektif dan keutuhan bangsa.
Sebuah bentuk kemerdekaan yang lebih hakiki harus diwujudkan segera. Yaitu kemerdekaan insani. Pemuda sangat berpotensi dalam mewujudkannya, karena relatif bersih dari kepentingan pribadi sesaat yang semu. Kemerdekaan insani tidak tergantung pada suatu bentuk yang paternalistik atau menjadi bagian darinya. Kemerdekaan insani sekaligus juga tidak berdiri sendiri. Kemerdekaan insani adalah sebuah kemerdekaan mutlak yang mencakup semua bagian secara keseluruhan. Tidak membutuhkan birokrasi yang formalistik kaku, berbelit dan lambat. Kemerdekaan insani hanya membutuhkan sumber daya yang sederhana dan sangat dekat dengan manusia, yaitu nurani dan kesadaran jiwanya. Nurani dan kesadaran jiwa yang utuh, sehat dan merdeka. Pada akhirnya akan merembet pada cara berpikir, berperilaku dan bertindak yang memerdekakan, menyejahterakan dan berkeadilan.
Beri aku sepuluh pemuda untuk memindahkan Gunung Semeru sekalipun ! (Soekarno)
Terima kasih sudah mengunjungi halaman ini. Silakan membuka posting artikel lain di blog ini (silakan klik posting lama, halaman muka atau posting baru di bawah tulisan ini) untuk menjelajahi wilayah lain Nusantara, menyelami pemikiran dan mengenali permasalahan, supaya kita menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.
Kontes Blogging HUT RI ke 63 by Rystiono.
Komentar
Posting Komentar