Jelajah Kota Bandung : Menyusuri Kawasan Alun-alun sampai Jalan Asia Afrika
klik gambar untuk memperbesar
foto salah satu sudut alun-alun Bandung
klik gambar untuk memperbesar
klik gambar untuk memperbesar
Alun-alun Bandung
Kawasan Alun-alun Bandung adalah cikal bakal awal perkembangan kota Bandung. Di alun-alun ini terdapat Masjid Agung Jawa Barat di sebelah barat alun-alun. Kemudian di sebelah selatan alun-alun terdapat Pendopo Kabupaten Bandung yang masih dipergunakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung, walaupun ibu kota kabupaten telah pindah ke Soreang. Di sebelah utara terdapat gedung-gedung perkantoran, sedangkan di sebelah barat terdapat gedung pusat perbelanjaan dan hiburan.
Di sebelah timur alun-alun, dulu terdapat jalan yang memisahkan dengan kompleks Masjid Agung. Namun karena kebutuhan ruang yang semakin tidak memadai untuk menampung umat yang semakin bertambah, jalan di depan Masjid itu digunakan sebagai lahan perluasan bangunan Masjid. Jadilah antara Masjid dan alun-alun tidak terpisah lagi, bahkan bisa dikatakan alun-alun menjadi halaman depan Masjid.
Alun-alun sebagai salah satu ruang terbuka publik Kota Bandung ini, sangat berarti bagi masyarakat Bandung yang semakin sulit menemui ruang terbuka di lingkungan tempat tinggal mereka, akibat semakin padatnya penduduk, aktivitas masyarakat, dan pembangunan fisik yang gencar.
Kawasan Alun-alun Bandung adalah cikal bakal awal perkembangan kota Bandung. Di alun-alun ini terdapat Masjid Agung Jawa Barat di sebelah barat alun-alun. Kemudian di sebelah selatan alun-alun terdapat Pendopo Kabupaten Bandung yang masih dipergunakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung, walaupun ibu kota kabupaten telah pindah ke Soreang. Di sebelah utara terdapat gedung-gedung perkantoran, sedangkan di sebelah barat terdapat gedung pusat perbelanjaan dan hiburan.
Di sebelah timur alun-alun, dulu terdapat jalan yang memisahkan dengan kompleks Masjid Agung. Namun karena kebutuhan ruang yang semakin tidak memadai untuk menampung umat yang semakin bertambah, jalan di depan Masjid itu digunakan sebagai lahan perluasan bangunan Masjid. Jadilah antara Masjid dan alun-alun tidak terpisah lagi, bahkan bisa dikatakan alun-alun menjadi halaman depan Masjid.
Alun-alun sebagai salah satu ruang terbuka publik Kota Bandung ini, sangat berarti bagi masyarakat Bandung yang semakin sulit menemui ruang terbuka di lingkungan tempat tinggal mereka, akibat semakin padatnya penduduk, aktivitas masyarakat, dan pembangunan fisik yang gencar.
foto Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika Bandung. Gedung ini pernah digunakan untuk Konferensi Asia-Afrika 1955, sekarang menjadi Museum Konferensi Asia Afrika.
klik gambar untuk memperbesar
klik gambar untuk memperbesar
foto Hotel Preanger, Jalan Asia Afrika Bandung
klik gambar untuk memperbesar
klik gambar untuk memperbesar
Jalan Asia Afrika Bandung
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa Alun-alun Bandung adalah cikal bakal awal perkembangan Kota Bandung. Alun-alun ini dibangun dan diletakkan di sisi selatan jalan utama yang menghubungkan dengan kota lainnya di sebelah barat maupun timur Bandung. Jalan ini adalah jalan penghubung antarkota tertua di Jawa yang menghubungkan Anyer di Serang Banten, sampai Panarukan di Situbondo, Jawa Timur sepanjang lebih dari 1000 km. Jalan ini dibangun semasa kolonial Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Deandels, maka jalan ini disebut juga Jalan Deandels.Jalan utama itu sekarang bernama Jalan Asia Afrika yang melintang dari barat ke timur di pusat kota Bandung.
Di sepanjang Jalan Asia Afrika yang berada di sebelah timur alun-alun ini, pada awal abad ke-20 dibangun banyak perkantoran, gedung pertemuan dan hotel. Sepertinya sudah menjadi kebijakan pemerintahan kolonial dulu, kawasan sebelah barat alun-alun menjadi kawasan perniagaan, sedangkan kawasan timur menjadi kawasan perkantoran, perhotelan dan hiburan yang bergengsi di masa penjajahan, terutama tentu bagi kaum penjajah. Karena lengkapnya fasilitas di jalan ini, serta arsitekturnya yang mengawinkan antara arsitektur eropa dengan nusantara seperti di wilayah lain di Kota Bandung, maka kota ini mendapat julukan Parijs van Java. Namun kebijakan itu masih relevan dengan kondisi sekarang, terbukti masih dimanfaatkannya fasilitas-fasilitas di sepanjang Jalan Asia Afrika sesuai peruntukan awal.
Banyak fasilitas yang menyejarah di sepanjang jalan ini. Sebut saja Gedung Merdeka yang menjadi tempat Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang menjadi awal inspirasi semangat para pemimpin negeri terjajah di kawasan Asia dan Afrika yang kemudian membawa kemerdekaan sampai tahun 1950-an. Konferensi Asia Afrika ini menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Non-Blok. Para pemimpin negara peserta pun menginap di beberapa hotel di Jalan Asia Afrika ini, seperti Hotel Savoy Homann dan Preanger yang masih ada sampai sekarang. Tahukah Anda, bahwa Presiden Soekarno, selepas kuliah di Sekolah Teknik (cikal bakal ITB), turut serta terlibat membantu dosennya untuk membangun Hotel Savoy-Homann. Mengapa waktu itu dipilih kota Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika? Karena Jakarta pada masa itu belum punya fasilitas gedung pertemuan dan akomodasi sebesar dan selengkap yang ada di Bandung.
Menjadi tanggung jawab kita sekarang untuk melestarikan keberadaan alun-alun Bandung beserta Jalan Asia Afrika beserta bangunan yang ada di sekitar situ, sebagai aset bangsa yang bersejarah. Sekarang kita dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kebudayaan dan pariwisata.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa Alun-alun Bandung adalah cikal bakal awal perkembangan Kota Bandung. Alun-alun ini dibangun dan diletakkan di sisi selatan jalan utama yang menghubungkan dengan kota lainnya di sebelah barat maupun timur Bandung. Jalan ini adalah jalan penghubung antarkota tertua di Jawa yang menghubungkan Anyer di Serang Banten, sampai Panarukan di Situbondo, Jawa Timur sepanjang lebih dari 1000 km. Jalan ini dibangun semasa kolonial Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Deandels, maka jalan ini disebut juga Jalan Deandels.Jalan utama itu sekarang bernama Jalan Asia Afrika yang melintang dari barat ke timur di pusat kota Bandung.
Di sepanjang Jalan Asia Afrika yang berada di sebelah timur alun-alun ini, pada awal abad ke-20 dibangun banyak perkantoran, gedung pertemuan dan hotel. Sepertinya sudah menjadi kebijakan pemerintahan kolonial dulu, kawasan sebelah barat alun-alun menjadi kawasan perniagaan, sedangkan kawasan timur menjadi kawasan perkantoran, perhotelan dan hiburan yang bergengsi di masa penjajahan, terutama tentu bagi kaum penjajah. Karena lengkapnya fasilitas di jalan ini, serta arsitekturnya yang mengawinkan antara arsitektur eropa dengan nusantara seperti di wilayah lain di Kota Bandung, maka kota ini mendapat julukan Parijs van Java. Namun kebijakan itu masih relevan dengan kondisi sekarang, terbukti masih dimanfaatkannya fasilitas-fasilitas di sepanjang Jalan Asia Afrika sesuai peruntukan awal.
Banyak fasilitas yang menyejarah di sepanjang jalan ini. Sebut saja Gedung Merdeka yang menjadi tempat Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang menjadi awal inspirasi semangat para pemimpin negeri terjajah di kawasan Asia dan Afrika yang kemudian membawa kemerdekaan sampai tahun 1950-an. Konferensi Asia Afrika ini menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Non-Blok. Para pemimpin negara peserta pun menginap di beberapa hotel di Jalan Asia Afrika ini, seperti Hotel Savoy Homann dan Preanger yang masih ada sampai sekarang. Tahukah Anda, bahwa Presiden Soekarno, selepas kuliah di Sekolah Teknik (cikal bakal ITB), turut serta terlibat membantu dosennya untuk membangun Hotel Savoy-Homann. Mengapa waktu itu dipilih kota Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika? Karena Jakarta pada masa itu belum punya fasilitas gedung pertemuan dan akomodasi sebesar dan selengkap yang ada di Bandung.
Menjadi tanggung jawab kita sekarang untuk melestarikan keberadaan alun-alun Bandung beserta Jalan Asia Afrika beserta bangunan yang ada di sekitar situ, sebagai aset bangsa yang bersejarah. Sekarang kita dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kebudayaan dan pariwisata.
foto-foto adalah koleksi pribadi penulis
Tiga sifat manusia yang merusak adalah, kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. (Nabi Muhammad SAW)
Terima kasih sudah mengunjungi halaman ini. Silakan membuka posting artikel lain di blog ini (silakan klik posting lama, halaman muka atau posting baru di bawah tulisan ini) untuk menjelajahi wilayah lain Nusantara, menyelami pemikiran dan mengenali permasalahan, supaya kita menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.
Komentar
Posting Komentar