Jelajah Kota Bandung : Menyusuri Kawasan Jalan Braga
foto udara kawasan pusat kota Bandung.
1. Stasiun KA Bandung (station hall)
2. Pasar Baru
3. Masjid Agung Jawa Barat
4. Pendopo Kabupaten Bandung
5. Balai Kota Bandung
6. Jalan Asia Afrika
klik gambar untuk memperbesar
foto-foto sudut ruas jalan Braga, Bandung
klik gambar untuk memperbesar
klik gambar untuk memperbesar
Jalan Braga di kota Bandung adalah jalan yang terkenal dengan bangunan-bangunan yang kaya dengan seni arsitektur peninggalan kolonial Belanda. Jalan ini pada masa penjajahan adalah jalan yang diperuntukkan sebagai pusat perbelanjaan, restoran dan hiburan. Pada masanya, banyak toko-toko yang menjual busana terbaik, makanan terlezat, dan benda karya seni terindah, karena memang diperuntukkan bagi para sinyo, noni dan juragan Belanda. Jadilah jalan Braga menjadi tempat paling bergengsi pada masanya. Apalagi letaknya sangat strategis, yang pada masanya menjadi jalur utama yang menghubungkan Alun-alun, Pendopo Kabupaten, dan jalan Asia Afrika di selatan, dengan Dago, ITB dan Gedung Sate di utara kota.
Di sepanjang jalan itu terdapat bangunan yang berderet-deret saling menempel satu dengan yang lain. Umumnya berlantai dua, bagian bawah untuk fasilitas usaha, sedangkan atasnya utuk tempat tinggal. Bagian muka dan pintu masuknya tanpa halaman dan langsung terhubung dengan jalur pedestrian (trotoar) di sepanjang jalan ini. Detail-detail arsitektur pada bangunan ini terlihat indah, kaya dengan seni art deco, dan menggabungkan unsur ornamen dan model bangunan tradisional Nusantara. Dengan kekayaan ornamen artdeco pada bangunan di sepanjang jalan ini turut menyumbang kemasyhuran Bandung sebagai top ten kota dengan bangunan ber-art deco terbanyak di dunia yang masih ada.
Namun kondisi sekarang hampir terbalik 180 derajat dengan kondisi masa lalu. Ketika saat ini banyak pusat perbelanjaan dan hiburan dibangun di tempat lain seperti di kawasan Dalem Kaum dekat alun-alun, Dago, Cihampelas dan Pasteur, maka kawasan Jalan Braga ini semakin sepi, seolah ditinggalkan dan dilupakan. Banyak tempat usaha yang tutup. Kalaupun ada hanya satu dua, karena sudah terkenal, mampu mempertahankan kualitas produk usaha dan pelayanannya sejak dulu, serta punya pelanggan setia. Sedangkan yang lain kembang kempis bahkan tutup. Banyak bangunan yang berubah fungsi menjadi tempat tinggal, kantor, bahkan gudang, sehingga perannya sangat pasif bagi aktivitas perekonomian kawasan sekitar. Maka tak heran kalau banyak bangunan tak terawat, kusam, bahkan ada yang dijual (liha gambar foto).
Sebenarnya banyak cara yang dilakukan untuk membangunkan kembali (merevitalisasi) kawasan Jalan Braga ini. Seperti memperbaiki trotoar jalur pedestrian (pejalan kaki) dengan melebarkan dan memasang tegel berkualitas baik, sampai memnanam tanaman peneduh sehingga nyaman dilalui pejalan kaki. Memang di Braga lebih enak berjalan kaki daripada melintas saja tanpa kesan dengan kendaraan bermotor. Apalagi udara Bandung juga tak terlalu galak pada siang hari. Namun tampaknya belum cukup untuk membangkitkan pamor Braga, padahal persyaratan sebagai ruang terbuka publik sudah terpenuhi.
Sayangnya usaha “seolah” membangkitkan pamor Braga dilakukan dengan mengorbankan aset bersejarah bangunan di situ. Ya, bangunan di sisi jalan Braga diruntuhkan untuk digunakan sebagai akses keluar masuk menuju pusat perbelanjaan dan apartemen yang dibangun pemodal swasta yang dibangun sekitar tiga tahun lalu yang memakai unsur nama “Braga” sebagai brandnya. Letak pusat perbelanjaan dan apartemen itu memang agak masuk di belakang Jalan Braga tepatnya di sebelah barat, berada di tengah perkampungan di sebalah timur Sungai Cikapundung. Sungguh ironis. Terlihat jelas, setelah dibangunnya fasilitas perbelanjaan dan apartemen belum menimbulkan dampak positif yang signifikan bagi bangkitnya Braga sebagai ruang publik yang bersejarah. Tetap saja, Braga hanya sekedar jalan penghubung untuk sekedar lewat melintas, bukan sebagai tujuan utama. Karena tujuan utama dan land mark kawasan Braga berpindah ke pusat perbelanjaan dan apartemen baru itu. Sayang sekali pemerintah yang mengijinkan pembangunan gedung baru itu yang sepertinya tanpa analisis mendalam yang mempertimbangkan dampaknya bagi bangkitnya ekonomi kawasan sekitar dan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya.
Braga, braga..., kalau begini, berapa tahun lagi aku masih bisa merasakan spirit of placemu yang akrab dan romantis...
Di sepanjang jalan itu terdapat bangunan yang berderet-deret saling menempel satu dengan yang lain. Umumnya berlantai dua, bagian bawah untuk fasilitas usaha, sedangkan atasnya utuk tempat tinggal. Bagian muka dan pintu masuknya tanpa halaman dan langsung terhubung dengan jalur pedestrian (trotoar) di sepanjang jalan ini. Detail-detail arsitektur pada bangunan ini terlihat indah, kaya dengan seni art deco, dan menggabungkan unsur ornamen dan model bangunan tradisional Nusantara. Dengan kekayaan ornamen artdeco pada bangunan di sepanjang jalan ini turut menyumbang kemasyhuran Bandung sebagai top ten kota dengan bangunan ber-art deco terbanyak di dunia yang masih ada.
Namun kondisi sekarang hampir terbalik 180 derajat dengan kondisi masa lalu. Ketika saat ini banyak pusat perbelanjaan dan hiburan dibangun di tempat lain seperti di kawasan Dalem Kaum dekat alun-alun, Dago, Cihampelas dan Pasteur, maka kawasan Jalan Braga ini semakin sepi, seolah ditinggalkan dan dilupakan. Banyak tempat usaha yang tutup. Kalaupun ada hanya satu dua, karena sudah terkenal, mampu mempertahankan kualitas produk usaha dan pelayanannya sejak dulu, serta punya pelanggan setia. Sedangkan yang lain kembang kempis bahkan tutup. Banyak bangunan yang berubah fungsi menjadi tempat tinggal, kantor, bahkan gudang, sehingga perannya sangat pasif bagi aktivitas perekonomian kawasan sekitar. Maka tak heran kalau banyak bangunan tak terawat, kusam, bahkan ada yang dijual (liha gambar foto).
Sebenarnya banyak cara yang dilakukan untuk membangunkan kembali (merevitalisasi) kawasan Jalan Braga ini. Seperti memperbaiki trotoar jalur pedestrian (pejalan kaki) dengan melebarkan dan memasang tegel berkualitas baik, sampai memnanam tanaman peneduh sehingga nyaman dilalui pejalan kaki. Memang di Braga lebih enak berjalan kaki daripada melintas saja tanpa kesan dengan kendaraan bermotor. Apalagi udara Bandung juga tak terlalu galak pada siang hari. Namun tampaknya belum cukup untuk membangkitkan pamor Braga, padahal persyaratan sebagai ruang terbuka publik sudah terpenuhi.
Sayangnya usaha “seolah” membangkitkan pamor Braga dilakukan dengan mengorbankan aset bersejarah bangunan di situ. Ya, bangunan di sisi jalan Braga diruntuhkan untuk digunakan sebagai akses keluar masuk menuju pusat perbelanjaan dan apartemen yang dibangun pemodal swasta yang dibangun sekitar tiga tahun lalu yang memakai unsur nama “Braga” sebagai brandnya. Letak pusat perbelanjaan dan apartemen itu memang agak masuk di belakang Jalan Braga tepatnya di sebelah barat, berada di tengah perkampungan di sebalah timur Sungai Cikapundung. Sungguh ironis. Terlihat jelas, setelah dibangunnya fasilitas perbelanjaan dan apartemen belum menimbulkan dampak positif yang signifikan bagi bangkitnya Braga sebagai ruang publik yang bersejarah. Tetap saja, Braga hanya sekedar jalan penghubung untuk sekedar lewat melintas, bukan sebagai tujuan utama. Karena tujuan utama dan land mark kawasan Braga berpindah ke pusat perbelanjaan dan apartemen baru itu. Sayang sekali pemerintah yang mengijinkan pembangunan gedung baru itu yang sepertinya tanpa analisis mendalam yang mempertimbangkan dampaknya bagi bangkitnya ekonomi kawasan sekitar dan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya.
Braga, braga..., kalau begini, berapa tahun lagi aku masih bisa merasakan spirit of placemu yang akrab dan romantis...
foto-foto diambil dan menjadi koleksi pribadi oleh penulis
Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. (Ernest Newman)
Terima kasih sudah mengunjungi halaman ini. Silakan membuka posting artikel lain di blog ini (silakan klik posting lama, halaman muka atau posting baru di bawah tulisan ini) untuk menjelajahi wilayah lain Nusantara, menyelami pemikiran dan mengenali permasalahan, supaya kita menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.
Kontes Blogging HUT RI ke 63 by Rystiono.
Komentar
Posting Komentar