Kawasan Kraton Yogyakarta / Yogyakarta Palace Area





gambar foto udara kawasan Kraton Yogyakarta / aerial picture of Yogyakarta Palace area
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)


foto Pasar Manuk (pasar burung) Ngasem, Kawasan Kraton Yogyakarta



foto Gapura Taman Sari, kawasan Kraton Yogyakarta



foto Alun-alun Kidul (Selatan) Kraton Yogyakarta


foto Alun-alun Lor (Utara) Kraton Yogyakarta


foto salah satu ruang jalan di kawasan Kraton Yogyakarta



peta kota Yogyakarta / Yogyakarta city map
sumber/source : www.indonesia-tourism.com
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)

Kawasan Kraton Yogyakarta adalah cikal bakal terbentuknya Kota Yogyakarta. Kraton dibangun di tempat yang diyakini sangat sesuai jika dilihat dari faktor pertahanan dan keamanan, yaitu terletak di antara dua buah sungai, Kali Winongo di barat dan Kali Code di timur. Sejak berdiri pada tahun 1755, kawasan ini relatif tak berubah tata ruang dan susunan jaringan jalannya. Yang berubah adalah kepadatan penduduknya yang tercermin dari kepadatan bangunan yang ada untuk berbagai fungsi.
Terdapat banyak tempat bersejarah dan obyek aktivitas warga yang menarik untuk dikunjungi wisatawan, sebut saja bangunan Kraton Yogyakarta sendiri beserta kedua ruang terbukanya di utara ( alun-alun lor) dan selatan ( alun-alun kidul ). Kemudian Mesjid Agung yang disebut Mesjid Gedhe Kauman oleh warga setempat, beserta kampung Kaumannya, dengan aktivitas warga dan arsitektur bangunannya yang khas. Kemudian ada Taman Sari yang merupakan tempat pemandian dan rekreasi bagi keluarga Kraton. Taman Sari dibangun dengan gaya arsitektur yang unik, gabungan dari arsitektur jawa dan eropa. Kemudian terdapat pula pasar burung Ngasem yang mnjual berbagai satwa peliharaan. Serta sepanjang jalan di sekitar pasar tersebut yang menawarkan produk pakaian jadi dan kain batik khas Yogyakarta.
Yang juga menarik adalah tata ruang yang dibentuk di kawasan Kraton. Kawasan Kraton sendiri dibatasi oleh benteng pertahanan yang mengelilingi bangunan Kraton, beserta fasilitas pendukungnya serta pemukiman penduduk yang dulu bekerja dalam Kraton sebagai abdi dalem. Sayangnya benteng tersebut sudah tertutup pemukiman penduduk, dan hanya beberapa bagian saja sudutnya saja yang masih kelihatan, yang dikenal sebagai “pojok beteng”. Suasana ruang jalan dan perkampungan yang padat dan bersahaja, namun akrab dan penuh nuansa kekeluargaan.
Seperti kota-kota lainnya, kawasan Kraton Yogyakarta juga tak luput dari berbagai permasalahan akibat laju pembangunan, pengaruh perubahan pandangan hidup masyarakat, sumber daya yang tersedia, sampai kepada gelombang besar yang dinamakan gelombang modernisasi dan globalisasi. Contoh paling mudah terlihat dari banyaknya bangunan di dalam kawasan Kraton Yogyakarta sebagai kawasan konsrvasi budaya yang sudah tidak memakai pakem arsitektur tradisional Jawa. Bisa jadi terpengaruh oleh bentuk dan susunan ruang yang dianggap mengikuti trend, namun banyak kasus yang menunjukkan kalau bentuk dan susunan ruang tidak sesuai dengan kebutuhan dan peruntukan.
Selain itu banyak jalan kecil di kawasan Kraton yang kurang jalur untuk pejalan kaki. Dengan semakin pesatnya kegiatan pariwisata dan perekonomian, maka jalan-jalan di kawasan Kraton Yogya yang sempit itu dipenuhi oleh kendaraan bermotor. Ada baiknya jika kawasan Kraton diprioritaskan untuk pejalan kaki dengan memperbanyak jalur pejalan kaki yang saling berhubungan dalam kawasan itu.
Harapan untuk saat ini dan untuk masa depan adalah menjadikan kawasan Kraton Yogyakarta sebagai museum hidup. Di mana dengan sejarah yang cukup panjang tetap dapat menunjukkan keandalannya dalam kebudayaan, dan unjuk kreativitas sumber daya manusianya sesuai perkembangan jaman. Dengan atmosfer masyarakat yang ramah, halus namun terbuka terhadap pembaharuan dan sadar iptek, masyarakat Yogyakarta terbukti banyak melahirkan manusia-manusia yang berwatak namun tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Dengan menjaga kawasan Kraton Yogyakarta dari serbuan pengaruh globalisasi negatif yang menuntut penyeragaman, dehumanisasi ( tidak adanya penghargaan terhadap nilai kemanusiaan), dan materialisme, maka akan mendukung pembangunan watak dan etos masyarakat Yogyakarta.


Yogya sebenarnya tambang emas seni pergaulan rakyat sederhana yang biasa tetapi penuh peri kemanusiaan dan sumber daya-daya kreatif. Terutama dan justru di dalam kampung-kampung. Menurut pengamatan saya, letak induk kekuatan Yogya sungguh ada di dalam kampungnya. Mangunwijaya

silakan memberi komentar atas tulisan ini / please give a comment about the topic above

Terima kasih sudah mengunjungi halaman ini. Silakan membuka posting artikel lain di blog ini (silakan klik posting lama, halaman muka atau posting baru di bawah tulisan ini) untuk menjelajahi wilayah lain Nusantara, menyelami pemikiran dan mengenali permasalahan, supaya kita menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.

Komentar

Posting Komentar

contact us on whatsapp

contact us on whatsapp

follow our social media

Postingan Populer