MENUJU PERSPEKTIF BARU PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PULAU JAWA
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)
Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia, bahkan di dunia. Pulau dengan sejarah peradaban yang panjang ini mempunyai luas sekitar 129.000 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk lebih dari 130 juta jiwa (termasuk Madura).
Pada jaman penjajahan, Jawa dijadikan basis pemerintahan kolonial, sekaligus pulau yang pertama kali dieksploitasi alamnya demi kemakmuran negara penjajah Belanda. Tak heran, ketika Indonesia merdeka, Jawa mempunyai jaringan infrastruktur yang paling maju dan terlengkap, namun dengan hasil alam yang sudah habis diserap Belanda. Pada masa kemerdekaan banyak perusahaan Belanda yang dinasionalisasi, termasuk perkebunan dan pertambangan. Kota-kota sudah mapan terbentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat waktu itu.
Namun setelah lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, tampaknya rezim-rezim pemerintah Indonesia masih mewarisi kebijakan pemerintah kolonial yang menjadikan Jawa sebagai pusat kegiatan, tidak hanya dalam politik, namun juga ekonomi dan sosial budaya. Hal itu menyebabkan segala kebijakan pembangunan Indonesia menjadi jawa-sentris, dan menimbulkan kesenjangan kemajuan pembangunan yang tajam dengan daerah lain. Infrastruktur dan berbagai fasilitas lain yang lengkap membuat banyak masyarakat luar Jawa tertarik untuk pindah ke Jawa. Maka jadilah Jawa semakin padat, tidak hanya oleh pertumbuhan penduduk alami warga aslinya, namun juga oleh masuknya pendatang dari luar Jawa. Dengan demikian program transmigrasi seolah menjadi hambar, karena jumlah orang yang bertransmigrasi ke luar Jawa melalui jalur resmi pemerintah, hampir sebanding jumlahnya dengan orang yang pindah ke Jawa.
Tak dapat dielakkan, pertambahan penduduk Jawa yang cepat mendatangkan masalah-masalah baru, yaitu kepadatan yang sangat tinggi pada beberapa kawasan di Jawa, terutama di sekitar pusat-pusat kegiatan ekonomi, perindustrian, pemerintahan dan pendidikan. Kepadatan penduduk yang sangat tinggi ini berakibat lagi pada ketidakseimbangan lahan yang dibutuhkan bagi berbagai fungsi, seperti pemukiman, fasilitas publik, industri, fasilitas ekonomi / komersial, fasilitas transportasi, dan sebagainya.
Maka, perubahan fungsi lahan tak terelakkan lagi. Diperparah lagi dengan penegakan hukum atas peraturan tentang tata ruang yang lemah, sehingga banyak lahan pertanian produktif dan lahan konservasi dicaplok untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai fasilitas seperti yang disebutkan di atas.
Kerusakan lingkungan akibat pertambahan penduduk yng cepat itu mendatangkan masalah baru, yaitu bencana alam akibat ulah manusia, dan turunnya produksi berbagai komoditas pertanian yang mempengaruhi kondisi pangan secara nasional.
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau Jawa di Masa Depan
Dengan kondisi yang semakin parah, maka sudah waktunya kita meninjau kembali perspektif pengelolaan lingkungan hidup dan tata ruang di Pulau Jawa serta kebijakan lainnya yang terkait yang berpotensi semakin menjadikan Jawa sebagai wilayah yang rentan akan bencana dan semakin kurang layak untuk dihuni.
Perspektif baru pengelolaan lingkungan hidup dan tata ruang Pulau Jawa, seyogyanya menjadi bagian dari sebuah perencanaan pembangunan nasional yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Membuat kebijakan yang menjadikan daerah-daerah luar Jawa sebagai basis pembangunan. Serta mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di luar Jawa untuk semakin mampu mengelola potensi daerah masing-masing, sehingga mereka bisa mandiri dalam mengelola daerahnya. Sehingga menghentikan berbagai praktek, baik resmi maupun illegal yang menjadikan daerah luar Jawa seolah menjadi sapi perah yang hasilnya dikirim ke Jawa, namun tetap menyengsarakan masyarakat setempat dalam jurang keterbelakangan.
Sudah saatnya nasionalisme Indonesia kita di abad baru ini kita arahkan untuk membangun dan memajukan wilayah luar Jawa, sehingga manusia Indonesia merdeka seluruhnya dari kemiskinan dan keterbelakangan.
Ancaman nyata sebenarnya bukan pada saat komputer mulai bisa berpikir seperti manusia, tetapi ketika manusia mulai berpikir seperti komputer. (Sydney Harris)
silakan memberi komentar atas tulisan ini / please give a comment about the topic above
Komentar
Posting Komentar