Pertahanan Laut
gambar peta / foto satelit yang menunjukkan kedekatan posisi wilayah Indonesia dengan negara-negara tetangga.
(klik gambar untuk memperbesar / click picture to enlarge)
MEMBUMIKAN PENGETAHUAN KEMARITIMAN KEPADA
MASYARAKAT UNTUK MENDUKUNG PERTAHANAN LAUT
I. PERTAHANAN LAUT
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 buah pulau, dengan luas daratan 1.860.359 km persegi, dengan luas wilayah kedaulatan perairan laut seluas 3,1 juta km persegi, ditambah luas perairan yang termasuk Zona Ekonomi Ekslusif seluas 2,7 juta km persegi. Sebagian penduduknya bergantung pada hasil laut, serta sebagian lagi tinggal di wilayah pesisir yang aktivitasnya berhubungan dengan laut, misalnya dalam melakukan aktivitas perdagangan, transportasi dan pariwisata.
Dengan dilandasi kondisi itulah, maka para pendahulu kita, merumuskan dan mengajukan Deklarasi Juanda tahun 1957, supaya dunia mengakui wilayah kedaulatan maritim Indonesia, sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat sipil sebagai warga negara Indonesia pun wajib mempertahankan negara. Setiap orang adalah wakil dari bangsanya yang wajib dan berhak untuk mengetahui posisinya terhadap bangsa dan negaranya dalam segala aspeknya, yang bertanggungjawab untuk melakukan peran aktif dan usaha terpuji bagi pertahanan bangsa dan negaranya. Dengan meningkatkan wawasan kemaritiman kepada masyarakat Indonesia, akan semakin melengkapi kearifan lokal yang sudah melekat pada pandangan budaya mereka terhadap laut. Juga akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan bekal pengetahuan wawasan kemaritiman tersebut.
Indonesia, dengan lebih dari dua pertiga wilayahnya berupa laut., dengan ribuan pulau, dengan bentang dari timur ke barat sepanjang lebih dari 5000 kilometer, dan dengan bentang dari utara ke selatan sepanjang lebih dari 2500 kilometer, sungguh membutuhkan daya usaha yang luar biasa besar untuk menjaga dan mempertahankannya. Di sinilah diperlukan partisiasi, aspirasi, dan inisiatif masyarakat untuk turut serta mendukung upaya pertahanan negara.
Hal itu dapat dilakukan dengan sinergi yang kuat dan mesra antara TNI AL sebagai kekuatan utama pertahanan negara, dengan masyarakat sebagai dasar dan tujuan, serta sebagai pemangku kepentingan pertahanan negara dalam matra laut.
Untuk itu diperlukan upaya untuk membumikan pengetahuan yang mencakup wawasan kemaritiman NKRI. Nantinya pengetahuan kemaritiman yang relevan dengan kepentingan hajat hidup masyarakat, dapat disebarkan dengan leluasa, dan menjadi bagian dari budaya masyarakat di era abad ke-21 yang semakin mengglobal ini.
Dengan latar belakang pemikiran di atas, tulisan ini akan mencoba mengungkapkan materi pengetahuan maritim apa saja yang mendasar, sehingga dapat relevan dengan kebutuhan dan dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Maksud dari membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat ini adalah untuk membangun sinergi yang mantap dan harmonis antara TNI AL sebagai kekuatan utama pertahanan negara di laut, dengan rakyat sebagai pendukung dan pemangku kepentingan utama terhadap perairan laut.
Manfaat yang dapat dirasakan bersama adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat, yang kemudian membuka kesadaran bahwa pertahanan bangsa dan negara membutuhkan peran aktif masyarakat. Sehingga mengubah pandangan masyarakat yang menganggap pertahanan negara hanya wajib dilakukan oleh aparat negara. Sehingga muncul pemahaman bahwa pertahanan dan ketahanan bangsa dan negara adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, yang berkembang dan tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari yang dinamis, tanpa harus mengorbankan hajat hidup dan mata pencaharian masyarakat.
Bahkan juga membuka kesadaran masyarakat, bahwa pertahanan negara yang kuat dan dilakukan dengan sinergis berkait erat dengan usaha pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat, terutama dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan ekonomi. Aktivitas itu mencakup aktivitas perikanan, transportasi, perdagangan, dan pertambangan. Aktivitas itu juga tak terpisahkan dengan usaha pendidikan kelautan dan pelestarian lingkungan hidup perairan laut, serta berbagai perikehidupan lain yang berbasis kelautan.
Tulisan ini akan diuraikan ke dalam beberapa bagian. Pertama adalah permasalahan bangsa yang diakibatkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran warga negara tentang lingkungan sekitar, terutama lingkungan kelautan sebagai bagian terbesar wilayah negara Indonesia. Kedua adalah pengetahuan tentang landasan formal usaha pertahanan negara yang wajib dan berhak untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas. Ketiga adalah pengetahuan terapan dalam bidang kemaritiman yang dapat diketahui dan diterapkan oleh masyarakat luas. Keempat adalah strategi usaha untuk membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat.
II. PERMASALAHAN BANGSA YANG TIMBUL AKIBAT KURANGNYA PENGETAHUAN WARGA NEGARA DALAM BIDANG KEMARITIMAN
Kerusakan lingkungan laut, yang terjadi akibat kurangnya kesadaran masyarakat dan aparat terkait terhadap pentingnya kelestarian lingkungan. Juga akibat pemanasan global yang menaikkan suhu dan menaikkan permukaan air laut. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi wilayah kepulauan yang kecil, seperti kepulauan Seribu dan kepulauan Riau. Dengan alasan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pasir laut di perairan sekitar pulau, juga pasir dan bahan material lain yang terkandung di daratan pulau-pulau kecil itu dikeruk habis-habisan tanpa kendali.
Pasir dari kepulauan Seribu dijual untuk mereklamasi pantai Jakarta, sedangkan dari kepulauan Riau dijual ke Singapura. Maka tak heran, peta Singapura berubah total karena daratan pulau Singapura makin luas wilayahnya. Perekonomiannya pun makin maju karena mendapat keuntungan ribuan kali lipat dari pariwisata, perdagangan dan bisnis konstruksi yang dilakukan di daratan baru, dibandingkan ongkos pembelian pasir laut dari Indonesia. Sedangkan kita makin merana, menyaksikan satu demi atu pulau kita gundul, tergerus ombak dan akhirnya tenggelam. Padahal dengan melestarikan alam, juga akan mendapatkan PAD yang tak kunjung habis dari potensi pariwisata alam (hutan pulau, resort wisata yang dapat dibangun di pulau yang lestari alamnya, dan taman laut bawah air), air bersih, dan hasil perikanan, secara berkesinambungan untuk jangka waktu tak terbatas sampai ke anak cucu kita di masa depan.
Kalau alam sudah rusak, kita akan kehilangan segalanya. Bahkan yang tak terpikirkan sebelumnya, yaitu berubahnya batas wilayah kita dengan negeri tetangga. Contohnya adalah pulau Nipah sebagai pulau terluar yang menjadi patokan batas wilayah RI dengan Singapura. Pulau Nipah yang dikeruk pasir lautnya kini tengah menunggu tenggelam. Kalau sudah tenggelam, maka patok batas wilayah negara kita akan mundur dan dapat berpotensi menguntungkan Singapura jutaan kali lipat, karena dengan mundurnya patokan batas wilayah RI, maka wilayah laut Singapura akan makin luas. Setelah berhasil mendapatkan pasir laut yang dijual oleh oknum-oknum masyarakat dan aparat terkait negeri kita.
Dengan rusaknya lingkungan laut, menyebabkan nelayan menjadi semakin sulit mendapat tangkapan ikan di wilayah sekitar mereka. Maka wilayah jangkauan penangkapan ikan yang mereka lakukan semakin jauh dari garis pantai tempat mereka bersandar. Dan tanpa pengetahuan dan dukungan sarana navigasi dan komunikasi yang memadai, banyak diantara mereka yang tak sadar melanggar wilayah kedaulatan laut negara tetangga. Yang baru-baru ini terjadi adalah ditangkapnya nelayan Indonesia di lepas pantai Darwin, Australia pada September 2007. Serta akhir November 2007, dimana sekitar 200 orang nelayan Indonesia telah ditangkap kapal Patroli Australia .
Kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap wawasan kemaritiman juga menjadi sangat tidak menguntungkan saat terjadi bencana yang berasal dari laut. Hal ini melemahkan kesiapsiagaan terhadap bencana dan tidak adanya usaha mitigasi bencana yang terpadu dan terpola, serta sumber informasi dan pendidikan yang kompeten. Sebagai contoh adalah bencana dahsyat gempa bumi dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Sesaat setelah gempa, air laut menjadi surut secara ekstrim, sehingga daratan menjadi bertambah lebar beberapa ratus meter. Saat masyarakat sedang asyik mencari ikan di laut yang surut itu, datanglah gelombang tsunami setinggi pohon kelapa yang menewaskan ratusan ribu orang dalam sekejab. Hal ini juga terjadi di sedikitnya delapan negara Asia, dan tiga negara Afrika.
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang wawasan kemaritiman juga menyebabkan pemerintah di masa lalu kurang berorientasi ke laut. Sehingga kurang menghargai dan menghormati hak, dan martabat masyarakat yang hampir seluruh perikehidupannya berhubungan dengan laut. Seperti kebijakan pemerintah di masa lalu yang melarang manusia perahu di Kepulauan Riau untuk melanjutkan kehidupannya di atas laut, karena menganggap kehidupan manusia di atas laut tidaklah beradab. Namun setelah mereka dimukimkan di daratan, justru malah menjadi semakin miskin, karena mereka tidak mengenal cara bercocok tanam dan beternak.
III. PENGETAHUAN TENTANG LANDASAN FORMAL USAHA PERTAHANAN NEGARA
Masyarakat perlu disebarkan pengetahuan dasar tentang landasan formal dalam bidang pertahanan negara. Hal ini menjadi pegangan wajib, dan menjadi nafas keseharian setiap warga negara Indonesia.
A. UUD 1945
Pasal 27 ayat 3 : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 30 ayat 1 : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 30 ayat 2 : Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Pasal 30 Ayat 3 : Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
B. Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Wawasan Nusantara berfungsi memberikan pedoman dan dorongan bagi bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-citanya, yaitu negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Serta dalam usaha meraih tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
C. Ketahanan Nasional
Konsepsi dasar ketahanan nasional adalah astagatra, artinya segenap kehidupan nasional yang sangat kompleks dipetakan secara sederhana namun tetap dapat mencerminkan kehidupan nasional yang nyata.
Astagatra meliputi kehidupan Trigatra Alamiah (terdiri dari geografi [wilayah], sumber kekayaan alam dan kependudukan) dan Pancagatra Sosial (terdiri atas Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan)
Ketahanan nasional pada hakikatnya sangat tergantung pada kemampuan bangsa dalam mengelola dan memanfaatkan Trigatra Alamiah untuk meningkatkan Ketahanan pada Pancagatra.
D. Geopolitik Indonesia
Geopolitik adalah pengetahuan tentang keadaan, pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi geografis dari suatu negara (Presiden Soekarno, 20 Mei 1965).
Pengetahuan ini sedemikian besar artinya bagi pembangunan negara dan bangsa Indonesia, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa setiap insan Indonesia wajib mengenal dan memahami benar geopolitik Indonesia dengan berpedoman kepada Pancasila. Tidak ada tugas pembangunan, baik mental maupun fisik yang dapat selesai dengan sukses bilamana tidak mempelajari terlebih dahulu dan benar-benar memahami geopilitik Indonesia. Demikian pula pentingnya arti geopolitik bagi pembangunan pertahanan dan keamanan, serta pemeliharaan ketahanan negara.
Karakteristik Geopolitik Indonesia berkisar pada :
1) Kepetaan, yang meliputi geografi, geologi dan demografi;
2) Hubungan-hubungan, yang meliputi tempat dan klimatologi;
3) Politik, dalam pengertian spirasi, pendekatan-pendekatan dan perkiraan kondisi.
E. Deklarasi Djuanda dan Deklarasi Susulannya tentang Wilayah Kedaulatan NKRI
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan jaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km². Dengan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar, terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut[1].
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
F. WAWASAN BAHARI INDONESIA
Wilayah NKRI adalah anugerah Tuhan, berupa suatu kepulauan dan lautan sebagai dwitunggal yang tak dapat dipisahkan, suatu keseluruhan yang terletak di antara dua samudera dan dua benua.
Laut bagi bangsa Indonesia adalah sumber kemakmuran, alat pemersatu negara dan bangsa. Dengan demikian negara dan bangsa beserta kemuliaan hidupnya langsung dipengaruhi, tergantung dan ditentukan oleh kesadaran serta kebijaksanaannya terhadap penggunaan lautan, dalam rangka integrasi tanah, air dan angkasa di atasnya. Tegasnya, lautan adalah nafas bangsa indonesia.
Kita, satu persatu, seorang demi seorang, harus mengetahui bahwa Indonesia tidak bisa menjadi kuat sentosa, sejahtera, jika tidak menguasai samudra, jika kita tidak kembali menjadi bangsa bahari. Suatu bangsa bisa menjadi besar jika kepribadiannya disesuaikan dengan alam sekitarnya. Alam Indonesia sebagian besar adalah laut, maka kehidupan bangsa Indonesia tergantung pada sikapnya terhadap masalah-masalah bahari.
IV. PENGETAHUAN KEMARITIMAN YANG DAPAT DIKETAHUI DAN DITERAPKAN OLEH MASYARAKAT
A. Peta Wilayah Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
B. Rezim Laut Indonesia
Dengan berlakunya UNCLOS 1982, maka rezim wilayah laut Indonesia terdiri dari (a) Laut Teritorial (Laut Wilayah), (b) Perairan Kepulauan (Nusantara), (c) Perairan Pedalaman, (d) Zona Tambahan, (e) Zona Ekonomi Eksklusif, dan (f) Landas Kontinen.
1) Laut Teritorial (Territorial Sea)
Laut Teritorial adalah bagian laut selebar 12 mil laut diukur dari garis dasar kepulauan ke arah laut. Garis dasar kepulauan adalah garis yang menghubungi titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar, dengan catatan bahwa dalam garis dasar tersebut sudah termasuk pulau-pulau utama di mana rasio antara daerah air dan daerah daratan, termasuk atoll, adalah antara 1 : 1 atau 9 : 1. (Pasal 47, ayat 1 UNCLOS 1982). Panjang garis dasar tersebut tidak melebihi 100 mil laut, kecuali sampai 3% dari jumlah garis dasar yang menutup kepulauan boleh melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut. (Pasal 47, ayat 2 UNCLOS 1982). Dalam wilayah laut teritorial, negara mempunyai kedaulatan penuh, kecuali hak lintas damai bagi kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang asing (Pasal 17 UNCLOS 1982). Semua kapal-kapal asing yang menikmati lintasan melalui laut teritorial suatu negara wajib mematuhi semua peraturandan undang-undang dari negara terkait dan juga peraturan-peraturan internasional yang terkait dengan pencegahan tabrakan di laut (Pasal 21 UNCLOS 1982).
Dalam wilayah laut teritorial, negara:
a. Memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut teritorial, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta segenap sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b. Membuat peraturan mengenai lintas laut damai yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lalu lintas, perlindungan serta fasilitas navigasi, kabel laut, konservasi sumberdaya alam, pencegahan pelanggaran perikanan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan, dan pencegahan pelanggaran peraturan cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
Namun demikian, sesuai dengan ketentuan internasional, kedaulatan atas laut teritorial, tidaklah berarti memonopoli pelayaran bagi negara tersebut dalam memanfaatkan laut sebagai sarana transportasi (DKP 2000).
2) Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)
Perairan kepulauan adalah perairan yang ada dalam wilayah negara kepulauan (antara pulaupulau), kadang-kadang disebut juga Perairan Nusantara. Perairan Kepulauan dibatasi oleh garis dasar perairan pedalaman. Lihat butir (3). Perairan Kepulauan adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan negara bersama ruang udara di atasnya, atas tanah serta di bawah tanah.
3) Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Yang dimaksud dengan perairan pedalaman adalah perairan yang ditutup oleh garis dasar penutup teluk, muara, pelabuhan dan garis-garis dasar yang menutup lekukan di pantai sampai 100 mil laut dan maksimum 125 mil laut. Dengan kata lain, perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang berada ke arah daratan dari garis dasar kepulauan.
4) Zona Tambahan (contiguous zone)
Zona tambahan adalah bagian laut selebar 12 mil laut, ditambah pada laut teritorial, sehingga kalau dihitung dari garis dasar laut teritorial berjarak 24 mil laut. Dalam Zona Tambahan ini negara mempunyai kewenangan tertentu, yang terkait dengan : (Pasal 33 UNCLOS 1982).
a. Pencegahan pelanggaraan keimigrasian, bea cukai, fiskal dan karantina hewan dan tanaman.
b. Menindak pelaku pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas.
5) Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah bagian laut selebar 200 mil laut diukur dari garis dasar laut teritorial. Zona ini dititipkan kepada semua negara pantai, negara kepulauan dan negara-negara pulau, sebagai warisan umat manusia. Zona ini bukan wilayah kedaulatan dari negara yang secara efektif adalah selebar 188 mil laut, karena yang 12 mil laut adalah laut teritorial dari negara.
Tiap negara yang dititip oleh Konvensi:
a. Mempunyai hak berdaulat (sovereign rights) untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan nir-hayati dari perairan di atas dasar laut, dan di dasar laut serta tanah di bawahnya, serta kegiatan-kegiatan terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi ekonomis dari Zona, seperti produksi energi dari air laut, arus dan angin.
b. Mempunyai jurisdiksi yang relevan dengan ketentuan Konvensi yang terkait dengan pembangunan dan penggunaan pulau buatan, instalasi dan struktur; riset ilmiah kelautan; dan perlindungan dan pencagaran dari lingkungan laut.
c. Hak-hak dan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Konvensi.
6) Landas Kontinen (Continental Shelf)
UNCLOS 1982, mengubah secara signifikan kriteria dalam menetapkan batas luar (outer limit), sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi Geneva 1958.
Yang dimaksud dengan Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawah dasar laut di luar laut teritorial dan merupakan kelanjutan (prolongation) dari wilayah daratan sampai tepi luar dari batas kontinen (the outer edge of the continental margin). Dalam UNCLOS 1982 ada 2 pertimbangan skenario dalam menentukan batas luar landas kontinen:
Skenario pertama: lebar dari zona landas kontinen dibatasi sampai jarak 200 mil laut dari garis dasar di mana batas teritorial diukur. Ini terjadi jika tepi luar landas kontinen tidak melewati jarak tersebut (Pasal 76 UNCLOS). Ini disebut klaim minimum.
Skenario kedua: tepi luar dari landas kontinen melewati 200 mil dari garis dasar di mana batas laut teritorial diukur. Dalam hal ini Negara Pantai dapat menetapkan batas yang lebih besar dari 200 mil, tetapi tidak melebihi 350 mil laut atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2.500 meter. Untuk memenuhi skenario kedua ini hendaknya diperhatikan ketentuan Konvensi Pasal 76, ayat 4 sampai dengan 10.
C. Kondisi Wilayah Laut dan Pulau – Pulau Terluar Indonesia yang Berbatasan dengan Wilayah Negara Tetangga
Banyaknya kasus pelanggaran wilayah oleh para nelayan Indonesia adalah indikasi kurangnya pengetahuan geografis masyarakat terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal, dan wilayah negara yang mereka diami.
Banyak masyarakat kita, terutama yang tinggal di wilayah yang berbatasan lain dengan negara lain yang tidak mengetahui batas wilayah kedaulatan negara Indonesia. Pada jarak tertentu sekian mil laut dari pelabuhan tempat mereka bersandar, adalah laut yang sudah menjadi kedaulatan negara lain.
Contoh pengetahuan kemaritiman, khusunya ilmu bumi (geografi) yang kurang dipahami masyarakat setempat, adalah sebagai berikut :
1) Masyarakat di di sebelah utara Sumatra, khususnya di Aceh, tidak banyak yang mengetahui bahwa laut lepas pantai mereka berhadapan langsung dengan tiga negara sekaligus, yaitu India, Thailand, dan Malaysia.
Masyarakat Sabang dan Banda Aceh dapat sampai di kepulauan Nicobar yang merupakan wilayah India di Laut Andaman, hanya dengan melakukan perjalanan kurang dari 100 mil ke arah barat laut. Jarak ini kurang lebih sama dengan jarak Sibolga ke Nias.
Masyarakat Lhokseumawe dapat dengan mudah pergi ke tampat wisata Thailand yaitu Phuket, hanya dengan berlayar kurang dari 200 mil ke arah timur laut. Jarak ini kurang lebih setara dengan jarak antara Jakarta ke Bangka.
2) Masyarakat di Sumatra Utara, Riau, dan Kepulauan Riau, sudah lebih mengakrabi negara yang berhadapan langsung dengan mereka, yaitu Malaysia dan Singapura yang dipisahkan Selat Malaka. Ini dikarenakan mereka mempunyai kesamaan akar budaya yang sama, yaitu budaya Melayu.
Jarak terdekat antara Sumatra dengan Malaysia adalah Pulau Rupat dan Bengkalis, yang berhadapan langsung dengan Malaka, yang berjarak sekitar 50 mil. Dan Pulau Batam dengan Singapura yang hanya berjarak sekitar 5 mil.
Namun, walaupun jarak antara Sumatra dengan negara tetangga itu sangat dekat, jarang terdengar berita nelayan Indonesia yang tertangkap karena melanggar batas wilayah. Dikarenakan, masyarakat di wilayah ini telah mendapat cukup informasi memadai tentang peraturan batas wilayah dan keimigrasian.
Juga karena pengamanan oleh aparat terkait untuk mengamankan urat nadi perdagangan dunia di Selat Malaka. Kasus yang sering terjadi adalah perompakan dan pengiriman TKI ilegal ke Malaysia melalui jaur laut.
Hubungan transportasi antara wilayah Sumatra dengan Malaysia dan Singapura cukup lancar dan memadai. Baik melalui jalur laut mapun udara. Contohnya transportasi dari Medan ke Penang, Malaysia, yang berjarak kurang lebih 200 mil. Serta dari Singapura ke Batam dan Tanjung Pinang di Pulau Bintan.
3) Masyarakat di Kepulauan Natuna dan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, kurang mendapat sosialisasi bahwa wilayah laut mereka diapit oleh dua negara. Perairan Malaysia mengapit wilayah itu di sebelah barat dan timur, sedangkan perairan Vietnam, berbatasan di sebelah utara.
Karena letaknya yang terpencil dari keramaian hubungan dengan wilayah yang lain, maka nelayan di wilayah ini sangat beresiko melanggar batas wilayah negara lain. Karena perjalanan dari kepulauan Natuna ke ibukota provinsi di Tanjung Pinang harus menempuh jarak 300 mil. Atau kurang lebih sama dengan jarak dari Surabaya ke Banjarmasin. Jarak ini lebih jauh daripada jarak dari Natuna menuju Kuching di Serawak, Malaysia yaitu sekitar 200 mil.
4) Masyarakat Pulau Miangas dan Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara, telah cukup memahami bahwa wilayah laut mereka berbatasan langsung dengan perairan Mindanao, Philipina. Jarak Pulau Miangas dengan bagian Pulau Mindanao yang paling selatan hanya sekitar 50 mil ke arah barat. Sedangkan aktivitas perdagangan dan pelayaran ke arah kota Davao, Mndanao hanya berjarak sekitar 100 mil ke arah utara. Jarak yang sama menuju kota Tahuna di Sangihe. Sedangkan untuk menuju Manado, sebagai ibukota provinsi harus menempuh kurang lebih 300 mil ke selatan.
Masyarakat di sini sudah cukup memahami berbagai peraturan formal negara tentang batas wilayah dan peraturan keimigrasian. Aktivitas pelayaran dan perdagangan antara kedua wilayah ini cukup ramai, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Dan mereka cukup sadar hukum, sehingga jarang terjadi pelanggaran batas negara tanpa ijin. Ditambah pengamanan yang cukup dari aparat terkait.
5) Masyarakat di Morotai dan Halmahera di Provinsi Maluku Utara, serta Raja Ampat dan Sorong di Irian Jaya Barat, belum cukup banyak yang mengetahui bahwa lepas pantai timur laut mereka berbatasan dengan negara Palau. Palau adalah sebuah negara di bawah protektorat Amerika Serikat.
Jarak dari keempat wilayah itu kurang lebih 200 mil dengan wilayah Palau yang terdekat dengan Indonesia.
6) Masyarakat di Merauke, Papua; masyarakat Kepulauan Aru, Tanimbar dan Wetar di Provinsi Maluku, serta masyarakat Kupang dan Rote di Nusa Tenggara Timur, umumnya sudah mengetahui bahwa wilayah laut mereka berbatasan dengan wilayah Papua New Guinea (PNG), Australia, dan Timor Leste. Secara tradisional, wilayah perairan laut Arafura dan laut Timor adalah daerah penjelajahan mereka mencari tangkapan ikan. Namun banyak yang tidak tahu persis di mana letak batas wilayah perairan yang menjadi kedaulatan negara tetangga.
Maka sering terjadi kasus penangkapan nelayan oleh pihak keamanan negara tetangga, terutama di wilayah Australia. Banyak yang tertangkap di perairan semenanjung York, perairan lepas pantai Darwin, dan Pulau Ashmore, yang lebih dikenal nelayan Indonesia dengan nama Pulau Pasir. Pulau Pasir hanya berjarak kurang dari 100 mil lepas pantai Pulau Rote ke arah selatan. Sedangkan daratan Australia yang paling utara hanya berjarak sekitar 200 mil ke arah selatan Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Untuk wilayah Timor Leste, masyarakat di Timor Barat, Alor dan Wetar, secara tradisional punya hubungan dekat dengan negara bekas provinsi Indonesia itu. Apalagi pernah menjadi satu negara dalam kurun waktu 23 tahun. Sehingga mereka cukup sadar posisi batas wilayah antara kedua negara, dan sadar hukum dengan menaati peraturan keimigrasian.
7) Nelayan di selatan Pulau Jawa juga masih banyak yang belum mengetahui bahwa ada Pulau Chrismas yang menjadi milik Australia yang hanya berjarak sekitar 200 mil lepas pantai Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, ke arah selatan. Sehingga November 2007 cukup banyak nelayan yang tertangkap pihak keamanan Australia ketika sedang mencari ikan ke wilayah itu.
Wilayah pulau-pulau terluar Indonesia dan kedekatannya dengan wilayah negara tetangga secara umum dapat dijelaskan pada peta yang tertera pada lampiran yang disertakan.
V. STRATEGI USAHA UNTUK MEMBUMIKAN PENGETAHUAN KEMARITIMAN KEPADA MASYARAKAT
Untuk berusaha membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat diperlukan strategi supaya dapat diterima dan menjadi budaya baru masyarakat Indonesia. Minimal menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan, dengan laut menjadi bagian terbesar dan menjadi pemersatu dan penghubung pulau-pulau di dalamnya. Sehingga timbul kecintaan dan rasa memiliki yang kuat tehadap negerinya.
Secara garis besar strategi usaha membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat, dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu secara formal dan informal.
A. Secara Formal
Strategi usaha membumikan pengetahuan kepada dapat dilakukan secara formal dengan memasukkan materi kemaritiman yang terpadu dalam muatan pelajaran sekolah dasar sampai menengah atas. Dapat diintegrasikan melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar. Serta memalui pelajaran geografi dan fisika pada jenjang pendidikan menengah.
Selain melalui jalur pendidikan formal, juga dapat dilakukan melalui forum-forum formal, seperti penyuluhan, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sampai ke tingkat kecamatan dan desa. Terutama wilayahnya memiliki pantai, pelabuhan niaga dan masyarakat nelayan. Serta wilayah yang terdiri dari kepulauan, di mana hubungan transportasinya banyak dilakukan melalui laut.
B. Secara Informal
Strategi usaha membumikan pengetahuan kepada dapat dilakukan secara informal dengan berbagai cara dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh aparat keamanan terkait, dalam hal ini TNI AL, juga oleh lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, perusahaan yang terkait dengan kelautan, ataupun berbagai elemen masyarakat yang peduli.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai media yang relevan dan kontekstual dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, serta dapat dengan mudah diterima oleh kalangan masyarakat yang pengetahuan dan jalan pikirannya paling sederhana sekalipun. Media itu antara lain melalui buku, poster, tayangan audiovisual, iklan layanan masyarakat, kampanye, sayembara atau lomba, dan pameran. Bahkan bisa dilakukan dengan mengajak anak-anak sekolah mengikuti pelayaran dengan kapal perang seperti yang dilakukan oleh TNI AL setiap tahunnya.
Cara-cara di atas tentunya terintegrasi dengan usaha penyediaan sarana yang memadai bagi pelayaran laut, terutama bagi nelayan skala kecil yang paling beresiko melanggar batas wilayah negara lain. Misalnya peralatan navigasi dan peta. Hal ini untuk memperkuat pengetahuan tradisional mereka tentang navigasi aut yang berpijak pada kearifan lokal setempat.
Upaya membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat seyogyanya dilakuan alam bingkai manajemen pengetahuan yang terpadu dan terarah. Sehingga upaya yang dilakukan dapat memperoleh tujuan dan manfaat secara efektif dan efisien.
Manajemen pengetahuan yang terpadu dan terarah berhubungan dengan kepentingan pembelajaran (learning), menghubungkan (linking) atau melakukan pembagian (sharing) informasi, menggunakan kembali dan mengadaptasi pengetahuan yang aktual (leveraging) serta kepemimpinan (leading).
Keuntungan sistem manajemen pengetahuan ini antara lain mengeliminasi hal-hal yang tidak berguna (eliminated wastes), mengurangi biaya (reduced costs), dan meningkatkan respons pengguna (increase customer response). Semua prosedur, kewenangan, mekanisme, harus disusun, dibakukan, dilakukan dan dikontrol serta ditindaklanjuti dengan perbaikan. Untuk mengawal sistem tersebut pada dasarnya ada tiga komponen utama yakni manusia (people), ranah tugas pokok dan tanggung jawab, serta dukungan teknologi informasi (IT).
Seperti dikatakan oleh John Naisbit bahwa sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan banyak orang.
Sedangkan pengetahuan itu sendiri secara garis besar dapat diperoleh dari beberapa cara dan sumber, antara lain berasal dari pengetahuan tentang kondisi yang telah terberi, keadaan teraktual, dinamika perkembangan zaman, sejarah, perkembangan teknologi, dan pengalaman lapangan.
Proses untuk memperoleh pengetahuan itu ada beberapa tahap, yaitu tahap pengenalan atau identifikasi informasi, pengolahan, intrepretasi yang positif dan bertanggung jawab dari suatu informasi dan pengetahuan yang diketengahkan. Kemudian penyebarannya (kampanye, iklan, sayembara, dll), serta penyimpanan (dokumentasi). Kreativitas dan penemuan sangat penting dalam setiap tahap proses ini.
Dalam hal pengetahuan kemaritiman ini, proses itu dapat dilakukan baik oleh intern TNI AL maupun oleh masyarakat penyebarannya. Serta merangsang intern TNI AL dan masyarakat untuk memperoleh informasi, menggali pengetahuan, bahkan memproduksi pengetahuan baru bagi peningkatan kualitas pertahanan di matra maritim.
Dengan demikian, dalam proses menyebarkan pengetahuan kemaritiman ini, dapat diperoleh manfaat susulannya, yaitu membangun sosial capital dan working capital. Membuka diri seluasnya bagi pendapat, saran dan kritik yang membangun, antara TNI AL dengan masyarakat umum. Pengetahuan adalah milik publik juga. Jadi paradigma membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat dimunculkan sebagai wujud pertanggungjawaban kepada publik.
Karena pada hakikatnya, senjata yang dimiliki rakyat dalam mempertahankan kedaulatan wilayah kemaritimannya adalah pengetahuannya, yang memperkuat identitas dan kepercayaan dirinya. Sehingga akan membangkitkan kebijaksanaan untuk berbuat sesuatu untuk melakukan usaha-usaha menyejahterakan dan memandirikan diri secara berimbang dan berkelanjutan dalam bingkai persatuan dengan segenap warga bangsa yang lain. Serta kebersamaan sinergis tak terpisahkan dengan usaha pertahanan negara yang dilakukan TNI AL, pada saat ini dan mendatang.
Pengetahuan kemaritiman yang memadai, diharapkan akan membentuk manusia Indonesia yang berintegritas dan berkompetensi di bidang kemaritiman, bagi usaha menjalankan perikehidupannya, dalam bingkai kehidupan dinamis yang penuh rasa kemanusiaan.
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyaknya permasalahan bangsa yang berhubungan dengan pertahanan laut, membuat kita semakin terbuka bahwa masih banyak yang perlu dibenahi. Pembenahan yang sangat mendasar adalah untuk membumikan pengetahuan kemaritiman kepada masyarakat umum. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, kepulauan, dan masarakat ang banyak melakukan aktivitas di laut.
Materi pengetahuan daar kemaritiman yang perlu diketahui dan dipahami masyarakat umum meliputi pengetahuan tentang landasan formal pertahanan negara. Kemudian pengetahuan tentang batas wilayah kedaulatan NKRI. Pengetahuan geografis yang wajib diketahui masyarakat umum, terutama masyarakat di pulau-pulau terluar Indonesia.
Kemudian untuk menyebarkan pengetahuan-pengetahuan itu supaya membumi dan membudaya di kalangan masyarakat umum, diperlukan suatu strategi yang terpadu dan terarah. Dilakukan dalam prinsip manajemen pengetahuan, sehingga hasilnya dapat efektif menjangkau masyarakat luas, serta efisien dalam cara dan sumber daya yang dibutuhkan.
B. Saran
Luasnya wilayah Indonesia, dan banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah terluar Indonesia, dan umumnya terpencil, perlu pendekatan yang intensif dan terpadu. Upaya ini sesegera mungkin dapat dilakukan dalam skala luas, serta dengan kualitas memadai.
Selain pengetahuan kemaritiman, juga perlu disebarkan keterampilan hidup yang dibutuhkan sesuai kondisi lingkungan hidup mereka, sehingga kualitas hidup mereka semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Rais, Jacub, 2003, “Pedoman Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah Menurut UU No. 22 Tahun 1999”, USAID – Indonesia Coastal Resources Management Project
Kahar, Joenil, 3 Januari 2004, “Penyelesaian Batas Maritim RI”, Pikiran Rakyat, Bandung
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2007, “UUD 1945”
Mangunwijaya, Y.B., 1999, “Merintis RI yang Manusiawi”, Kanisius, Yogyakarta
Sulistiyo, Budi, 28 Maret 2003, “Indonesia Masih Berutang pada PBB”, Kompas, Jakarta
Suradinata, Ermaya, 2001, “Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional”, PT Paradigma Cipta Yatsigama
Tippe, Syarifudin, 2006, “Strategi Pengembangan TNI AD 25 Tahun ke Depan : Ditinjau dari Perspektif Pendidikan”, www.tni.mil.id
SITUS INTERNET
www. maplandia.com
(Ditulis dan disusun oleh Susetyo Basuki, November 2007. Jika ingin memakai artikel dan gambar dari blog ini, harap memberitahu penulis di bazoucka@gmail.com, sebagai ajang silaturahmi dan bertukar wawasan, tanpa dipungut biaya)
Kita diberitahu bahwa bakat menciptakan kesempatan-kesempatan. Tetapi terkadang kelihatan bahwa hasrat yang kuat bukan saja menciptakan kesempatan-kesempatan, namun juga bakat-bakat. (Eric Hoffer)
Komentar
Posting Komentar